Oleh Antonius Andi Wasianto,SS (Penyuluh Agama Katolik Fungsional)
Bapak, ibu dan saudara-saudari yang terkasih,
Ketika Bunda Teresa bergaul dengan orang-orang miskin, terlantar, cacat, sakit dan terbuang di Kota Kalkuta, banyak orang sinis dan acuh-tak acuh terhadap apa yang ia lakukan. Ketika Rm. Mangun Wijaya mengawali karyanya di kali Code Yogyakarta dan bergaul secara mesra dengan para pemulung, pengamen, gelandangan dan masyarakat kelas bawah yang sering dipandang negatif, banyak orang mengkritik dan bertanya; apa yang mau ia cari di sana? Ketika ada seorang Gus yang berdakwah di tengah para PSK, juga banyak orang yang mengkritik dan menilai negatif atas tindakan Gus tersebut. Dan masih banyak contoh lain tentang tindakan seperti itu. Aneh,nyleneh, bahkan dicap hanya cari sensasi. Salahkah anggapan masyarakat umum itu? Tidak sepenuhnya salah. Mengapa? Karena sejak kecil kita didik oleh orang tua untuk bergaul dengan orang baik dan lingkungan hidup yang baik pula. Hindari dan jauhi lingkungan yang kurang baik. Itu doktrin yang kita terima. Dan sebagai orang tua, kita juga menganjurkan itu pada anak-anak kita, meski tidak semua orang tua begitu. Yang jelas, di tengah masyarakat kita ada kelompok-kelompok tertentu yang dipandang negatif oleh sebagian orang.
Nah, bacaan Injil Minggu ini (Luk 15:1-10) konteksnya kira-kira ya seperti itu. Ada kelompok-kelompok masyarakat Yahudi yang dipandang negatif oleh orang Yahudi, misalnya: para pemungut cukai, gelandangan, pengemis, pelacur, orang cacat, bahkan orang Samaria juga dipandang negatif. Mendengar kata Samaria itu hampir sama seperti kita mendengar kata Samin. Yang pertama terbersit pasti hal-hal yang negatif. Padahal tentu tidaklah begitu. Tapi karena sudah dicap negatif, sudah terlanjur negatif thinking, maka yg muncul ya yang negatif. Yang positif tertutupi. Padahal banyak pula sisi positifnya. Konteks bacaan Injil Minggu ini kira-kira gambarannya seperti itu. Ketika para pemungut cukai dan orang-orang berdosa (hanya disebut begitu, tidak dijelaskan siapa dan dosanya apa) datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat mengkritik Yesus. Ngapain Dia menerima orang berdosa bahkan makan bersama bareng mereka?
Jawaban Yesus selalu khas, tidak langung menjawab dengan ini atau itu, tetapi menjawab dengan perumpamaan tentang domba yang hilang. (Jawaban dengan perumpamaan-perumpamaan inilah yang membuat para murid selalu ingat dengan baik ajaran-ajaran Yesus, meski sudah berlalu bertahun-tahun). Mudah diingat, mudah difamahami, sekaligus langsung mengena di hati. Point penting dari perumpamaan itu antara lain adalah:
Pertama, jika ada satu orang pendosa bertobat dan berubah menjadi baik, bahagiannya sama seperti kita menemukan satu domba yang hilang. Meninggalkan yang 100 untuk mencari 1 yang hilang. Sangat aneh kalau ada yang bilang; hilang satu ya biarin, toh saya masih punya banyak. Bukan masalah banyaknya bro…tapi masalah kasihan itu lho. Kalau domba itu mati atau diterkam serigala gimana? Apa tidak kasihan? Itu lho point pentingnya. Rasa belas kasih pada domba yang hilang itu lo yang penting. Kedua, kita sering kali ikut arus, berprasangka buruk pada seseorang, sama seperti orang Farisi, meski belum tentu benar. Bisa jadi bahwa prasangka kita itu salah. Berkumpul dan makan bersama para pendosa bukan berarti kita ikut atau setuju dengan kelompok mereka, tetapi justru ingin menyelamatkan mereka, minimal satu orang terselamatkan sudah bagus. Ketiga, ada pepatah; bencilah dosanya, tetapi jangan benci orangnya. Kita tidak boleh menyetujui perbuatan dosa, tetapi harus tetap peduli pada orang yang berbuat dosa. Dengan harapan dia akan berubah menjadi orang baik. Dan ada banyak kasus seperti itu, salah satunya St. Paulus. Keempat, mencap orang atau kelompok lain sebagai pendosa itu sama artinya dengan menggap diri kita orang yang paling suci, bersih tanpa dosa. Ini yang paling tidak disukai Yesus terhadap orang Farisi dan ahi-ahli taurat. Munafik dan sok suci. Jangan merasa diri paling suci dan tidak perlu pertobatan. “Ada suka cita di sorga karena satu orang bertobat, dari pada 99 orang benar yang tidak memerlukan pertobatan” (ay 7). Bertobat dan berubah menjadi baik, itulah salah satu pokok dari ajaran Yesus Kristus, juru selamat kita. Tuhan memberkati. Berkah Dalem (AW).