Oleh: Antonius Andi Wasianto,SS (Penyuluh Agama Katolik Fungsional)
Bapak, ibu dan saudara-saudari yang terkasih,
Injil Minggu ini diambil dari Injil Luk 16:19-31, perikop yang cukup panjang tetapi terasa pendek karena kisahnya sangat menarik; orang kaya dan Lazarus yang miskin. Kita semua pasti sudah tahu dan hafal betul tentang kisah itu. Oleh sebab itu saya hanya akan menyampaikan poin-poin penting yang bisa kita ambil dari kisah tersebut.
Pertama, salah satu kekhasan injil Lukas adalah selalu memberikan paradoks yang jelas dan tegas antara orang kaya dan orang miskin. Ini khas injil Lukas. Miskin dalam arti sebenarnya, orang yang tidak punya apa-apa. Berbeda dengan Injil Matius yang mengartikan kata miskin dalam arti semangat miskin. Ini menunjukkan bahwa Lukas koncern betul terhadap oftion for the poor. Lukas menegaskan bahwa seluruh hidup Yesus berpihak dan berbelarasa pada orang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan defabel (KLMTD). Merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Dan hari ini kita melihat Lazarus yang miskin itu masuk surga sementara orang kaya itu tidak.
Kedua, dari kisah tersebut kita bisa menarik kesimpulan bahwa ukuran orang bisa masuk surga atau tidak, bukan hanya semata-mata diukur dari iman dan ketaatan beragamanya, tetapi juga dari perbuatan baik, khususnya berbuat baik pada saudara kita yang miskin. Berbela rasa dan berbelas kasih terhadap sesama ternyata menentukan seseorang untuk masuk surga atau masuk neraka. Titik tekannya tentu bukan masalah kaya atau miskinnya, tetapi belaskasih itu. Andai saja orang yang kaya tadi mau menolong, merawat dan menaruh belas kasih pada Lazarus dengan kekayaan yang ia punya, mungkin akan lain ceritanya. Maka kalau saya ditanya; orang kaya sulit masuk surga, apakah itu artinya kita harus menjadi orang miskin? Jawaban saya tegas; Tidak. Jadilah orang kaya supaya bisa membantu orang miskin sebanyak-banyaknya. Lha kalau anda sendiri miskin, tidak punya apa-apa, lalu mau membantu orang miskin dengan apa? Itu ibarat orang mau menolong orang tenggelam sementara dia sendiri tidak bisa berenang. Yang dilarang adalah kaya tapi pelit seperti lawan Lazarus tersebut.
Ketiga, ada hidup setelah kematian. Hidup di dunia ini sifatnya hanya sebentar dan sementara, sedangkan hidup setelah kematian sifatnya kekal dan abadi. Prinsip dasar ini seharusnya betul-betul kita sadari dan harusnya mengakar dalam jiwa, hati, pikiran dan perbuatan kita. Hidup hanya sementara, lalu untuk apa menumpuk kekayaan melimpah yang pada akhirnya tidak kita bawa mati, dan mengalami nasib seperti orang kaya yang amat tersiksa di neraka itu? Mendapatkan setetes air untuk menyejukkan lidahnya saja ia tak mampu. Betapa tersiksanya. Betapa menderitanya, dan itu selamanya. Bila ada orang beriman tidak takut dan tidak menyadari hal ini, maka pada hakekadnya dia belum beriman sepenuhnya. Sekali lagi, kita boleh kaya tetapi orang kaya yang murah hati dan berbelaskasih.
Keempat, permintaan si kaya kepada bapa Abraham agar mengutus orang mati kepada orang yang masih hidup, supaya mereka percaya dan tidak mengalami nasib serupa dengannya, jawaban Abraham cukup menarik, sekalipun ada utusan dari orang yang sudah bangkit, mereka tetap tidak akan percaya kalau dasarnya mereka tidak mau percaya alias bebal. Sudah ada Taurat Musa dan ajaran-ajaran para nabi, dan itu sudah cukup, tidak perlu mengutus orang mati untuk meyakinkan orang hidup. Karena tidak ada jaminan juga bahwa mereka langsung percaya. Tetap akan sangsi dan bertanya, apakah itu orang yang bangkit sungguhan atau hantu. Terus akan ragu, ragu, ragu dan ragu. Padahal sudah jelas dan mudah, jadilah orang baik, orang yang berbelas kasih, seturut ajaran Musa dan para Nabi, maka surga jaminannya.
Akhirnya, kita bisa menyimpulkan bahwa rasa empati, peduli dan berbelas kasih pada saudara kita yang miskin, menjadi jalan menuju surga. Begitu juga sebaliknya, orang yang tidak punya rasa belas kasih terhadap orang miskin pada akhirnya tidak akan diberi belas kasih juga oleh Allah. Belas kasih pada yang miskin adalah perwujudan iman yang paling nyata. Artinya, antara iman dan perbuatan merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. Kisah orang kaya dan Lazarus yang miskin menjadi penegasan atas hal tersebut. Semoga kita bisa belajar dan menarik hikmah dari peristiwa Lazarus dan si kaya itu. Tuhan memberkati. Berkah Dalem. (AW).