Oleh: Antonius Andi Wasianto,SS (Penyuluh Agama Katolik Fungsional)
Bapak, ibu dan saudara-saudari yang terkasih,
Bacaan Injil hari Minggu ini diambil dari Lukas 14:1,7-14. Konteks dari bacaan Injil tersebut adalah, Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi. Kita semua tahu bahwa dalam tataran sosial masyarakat Yahudi, orang-orang Farisi merupakan kalangan kelas atas dan terpandang, dan pada umumnya orang kaya dan berkuasa. Kita juga tahu bahwa sering kali Yesus berselisih faham, bahkan sering mengecam orang-orang Farisi karena watak dan prilaku mereka yang munafik. Entah dalam rangka apa Yesus datang ke rumah orang Farisi itu, yang pasti Yesus ikut datang bersama para muridNya dan melihat kejadian di mana para tamu undangan berusaha duduk di depan dan menempati tempat-tempat duduk yang terhormat. Sebetulnya tidak ada hal yang aneh pada kejadian itu. Peristiwa biasa yang sering terjadi dalam suasana pesta dimana ada banyak tamu undangan yang datang. Tetapi berangkat dari peristiwa itu, Yesus memberi pengajaran yang sangat berharga bagi para murid dan bagi kita semua antara lain:
Pertama, ada kecenderungan manusiawi dimana kita ingin dihormati, disanjung, dipuja-puji, dinomorsatukan dan ditempatkan di tempat yang terhormat. Duduk di tempat yang terdepan dan terhormat tentu diinginkan semua orang. Masalahnya adalah duduk di tempat terhormat itu karena keinginan pribadi atau karena diminta oleh orang lain untuk duduk di tempat terhormat itu. Bila keinginan pribadi, maka akibatnya bisa fatal, bila ada tamu yang lebih terhormat, maka posisi terhormat itu akan diserahkan kepada orang lain dan kita akan diminta untuk duduk dibelakang. Alangkah malunya kita kalau sampai peristiwa itu terjadi, apalagi dilihat tamu undangan yang lain. Sebaliknya, kalau kita duduk dibelakang lalu diminta duduk di depan, maka yang terjadi sebaliknya, kita akan tersanjung dan bahagia. Hal yang sederhana sebetulnya, tetapi sangat menentukan. Di sini kita melihat betapa Yesus peka dan jeli melihat hal-hal yang sederhana menjadi sangat bermakna. Ajarannya sederhana, tetapi mengena.
Kedua, point terpenting dari ajaran ini adalah: siapa yang meninggikan diri akan direndahkan, dan siapa yang merendahkan diri akan ditinggikan (ay 11). Ini adalah hukum kodrat. Terjadi secara spontan dan alamiah, dan itu sering kita dengar di tengah masyarakat. Anak-anak yang kena buly akan dibela oleh masyarakat, sementara yang membuly akan dikecam. Yang rendah hati akan didukung, yang sombong dan arogan akan ditumbangkan. Jadi, bersikap rendah hati adalah kunci untuk dihormati. Namun harus diingat bahwa orang sering bigung dengan istilah rendah hati dan rendah diri atau minder. Merendahkan diri dalam arti rendah hati tentu baik, tetapi rendah diri dalam arti minder, takut, atau tidak percaya diri tentu tidak baik. Sikap rendah hati ini haruslah mengakar dalam hati dan tercermin dalam tindakan dan prilaku hidup sehari-hari.
Ketiga, ayat 12-14 cukup radikal; jika engkau mengadakan pesta, jangan mengundang sanak, saudara, sahabat dan kerabatmu yang kaya, tetapi undanglah orang-orang miskin, cacat dan terlantar. Mengapa? Karena jika engkau mengundang orang kaya maka ia akan balik mengundangmu, lalu apa poin positifnya? Apa upah surganya atau pahalanya? Tidak ada. Tetapi bila mengudang orang miskin, maka mereka tidak akan balik mengundangmu, lalu disitulah poin plusnya. Di situlah poin sedekah dan pahalanya. Dan di situlah Allah akan menilaimu sebagai orang baik. Ajaran ini benar dan indah, tetapi sulit dilaksanakan. Mengapa? Karena ada tradisi sosial masyarakat yang sudah berlangsung lama dimana orang saling mengundang pesta. Yang diundang tentu sanak, saudara, kerabat dan sahabat dekat yang kita kenal. Tidak mengundang mereka bisa berabe. Bahkan ada yang memutuskan tapi persaudaraan gara-gara tidak diundang. Apakah kita harus seradikal itu? Tentu saja tidak demikian sepenuhnya. Yesus hanya mau mengingatkan bahwa kita tidak boleh lupa memberi sedekah pada saudara-saudara kita yang miskin dan tidak mampu. Mengundang atau memberi sedekah pada mereka tentu punya poin lebih, dan itu yang sering kali kita lupakan atau yg tidak mau kita lakukan. Oftion for the poor atau berpihak pada kaum miskin adalah jalan menuju Kerajaan Allah. Orang miskin adalah yang empunya kerajaan surga, itu pokok ajaran Yesus di Bukit.
Akhirnya, kita dapat menyimpulkan bahwa sikap rendah hati dan peduli pada saudara-saudara kita yang miskin, cacat dan termajinalisasi merupakan jalan menuju surga. Iman kepada Allah bukan hanya sekedar ungkapan dan pernyataan, melainkan sikap yang tercermin dalam hidup sehari-hari. Rendah hati dan semangat berbagi harus terus menerus menjadi inspirasi dalam hidup kita. Rm. Gondo, SJ pernah menyatakan: dosa yang terbesar adalah sombong dan pelit. Mengapa? Karena itu bertentangan dengan sikap Allah yang penuh kasih dan murah hati. Semoga kita semua menjadi bagian dari orang-orang beriman yang ikut dalam kebangkitan orang-orang benar (ay 14). Tuhan memberkati.